Cak Tompel dan Sate Laler Pasar Turi



Di tengah riuhnya Pasar Turi Surabaya, ada seorang penjual jajanan unik bernama Cak Tompel. Ia bukan penjual sate ayam, bukan pula sate kambing, tapi penjual “sate laler”—nama yang bikin orang mikir dua kali sebelum beli. Padahal, itu cuma julukan untuk sate tahu kecil-kecil yang dibakar pakai arang bekas bakaran rokok kretek.

Suatu pagi, Cak Tompel teriak lantang di tengah pasar, “Sate laler! Sate anti gagal! Cocok buat mantan yang suka ngilang!”

Bu Ning, pedagang baju batik, nyeletuk, “Cak, laler kok disate? Emang nggak terbang dulu?”

Cak Tompel nyengir, “Tenang, Bu. Ini laler pensiun. Sudah tobat, jadi tahu.”

Orang-orang pasar pun tertawa. Tapi yang bikin heboh, Cak Tompel punya jurus marketing khas Surabaya: kalau ada pembeli yang nawar terlalu sadis, dia langsung ngeluarin pantun.

“Kalau sate ditawar seribu,
Hati saya langsung beku.
Kalau njenengan mau harga murah,
Beli aja tusuknya, tahu-nya saya makan.”

Suatu hari, datang turis dari luar kota, penasaran dengan “sate laler.” Begitu lihat bentuknya, dia bingung.

“Ini tahu kecil ya, Mas?”

Cak Tompel jawab, “Iya, tahu kecil. Tapi rasanya besar. Kalau njenengan makan, bisa lupa utang!”

Turis itu tertawa, beli lima tusuk, dan akhirnya ketagihan. 

Komentar

Postingan Populer