Youtuber Beken dan Tripod yang Ngambek
Di kampung Cibadak Tengah, menjadi youtuber beken adalah impian baru yang menggantikan cita-cita lama seperti jadi PNS atau punya warung kelontong. Tokoh utama dalam kisah ini adalah Mas Rinto, pemuda berusia dua puluh lima tahun yang mengaku sebagai “konten kreator serba bisa,” meski kontennya baru tiga: review sandal jepit, tutorial tidur siang, dan vlog makan kerupuk sambil hujan.
Mas Rinto punya peralatan lengkap: kamera bekas dari sepupunya yang dulu sempat jadi fotografer pernikahan, tripod yang sudah miring sebelah, dan ring light yang kalau dinyalakan bunyinya seperti kipas angin tua. Ia juga punya slogan pribadi: “Kontenku, hidupmu, tontonlah meski bingung.”
Suatu hari, Mas Rinto mendapat undangan dari Pak RW untuk meliput acara lomba masak antar RT. Ia datang dengan gaya youtuber profesional: jaket tebal meski cuaca panas, kacamata hitam, dan tas kamera yang isinya ternyata cuma mie instan dan charger.
Begitu acara dimulai, Mas Rinto langsung pasang tripod. Tapi tripodnya ngambek. Kakinya goyang, kepalanya miring, dan saat kamera dipasang, tripod langsung roboh ke dalam wajan Bu Narti yang sedang menggoreng tempe. “Ini tripod atau peserta lomba?” kata Bu Narti sambil menyelamatkan tempenya.
Mas Rinto tidak menyerah. Ia ganti strategi: vlog gaya dokumenter. Ia mendekati Pak Darto, juri lomba, dan bertanya, “Pak, bagaimana rasanya jadi juri masak?”
Pak Darto menjawab, “Saya belum makan, jadi rasanya lapar.”
Mas Rinto tertawa sendiri, lalu lanjut ke Bu Jum, peserta dari RT 03. “Bu, apa rahasia masakan Anda?”
Bu Jum menjawab, “Rahasia saya adalah tidak ada rahasia. Semua bumbu saya beli di warung Bu Sarmi.”
Mas Rinto mulai merekam dengan gaya dramatis. Ia menambahkan narasi: “Di balik aroma bawang, tersimpan kisah perjuangan warga RT 03.” Tapi saat ia bicara, ring lightnya meledak pelan, membuat ayam kampung kabur dan anak-anak menangis.
Setelah acara selesai, Mas Rinto pulang dengan penuh semangat. Ia mengedit video semalaman, menambahkan musik latar yang terlalu semangat untuk acara masak. Judul videonya: “Masak, Tripod, dan Tempe Terbang – Kisah Nyata Kampung Cibadak.”
Video itu diunggah ke kanalnya yang bernama “RintoVision.” Dalam waktu dua hari, video ditonton 37 kali, termasuk oleh dirinya sendiri sebanyak 12 kali. Komentar pertama datang dari Beni, bocah SD: “Tripodnya lucu, bisa ikut lomba nggak?”
Mas Rinto merasa ini awal kesuksesan. Ia mulai membuat konten harian: review batu di halaman, tutorial menyapu dengan gaya ninja, dan wawancara eksklusif dengan kambing Pak Udin. Ia bahkan membuat segmen baru: “Ngobrol Serius dengan Barang Bekas.”
Suatu sore, ia diundang ke acara karang taruna sebagai pembicara. Tema acaranya: “Membangun Desa Lewat Konten.” Mas Rinto berdiri di depan warga, lalu berkata, “Kita bisa jadi terkenal, asal berani tampil. Tripod saya saja sudah tampil di dua lomba.”
Warga tertawa. Pak RW mengangguk. Bu Narti menyumbang gorengan untuk konten berikutnya. Dan Mas Rinto, sang youtuber beken kampung Cibadak Tengah, terus berkarya. Meski kadang kontennya tidak jelas, dan tripodnya masih suka ngambek, semangatnya tak pernah roboh.
Karena di kampung itu, jadi beken bukan soal jumlah penonton, tapi soal keberanian tampil, meski yang menonton cuma ayam dan satu anak kecil yang penasaran kenapa mie instan bisa jadi alat syuting.



Komentar
Posting Komentar