Moralitas dan Legislasi dalam Pandangan Jeremy Bentham



Menurut Jeremy Bentham, moralitas dan legislasi memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai jumlah kebaikan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang. Prinsip ini menjadi dasar dari pemikiran utilitarian yang menempatkan kebahagiaan kolektif sebagai tujuan utama dari setiap tindakan, baik dalam ranah pribadi maupun publik. Namun, meskipun memiliki tujuan yang serupa, moralitas dan legislasi memiliki ruang lingkup yang berbeda. Moralitas mencakup wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan hukum, karena ia menyentuh aspek-aspek kehidupan yang tidak selalu dapat diatur oleh peraturan formal.

Moralitas berfungsi sebagai panduan batin yang mengarahkan individu untuk berbuat baik, tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi komunitas tempat ia hidup. Ia bersifat sukarela, tidak dipaksakan oleh otoritas eksternal, dan tumbuh dari kesadaran serta tanggung jawab pribadi. Dalam moralitas, setiap individu diajak untuk mempertimbangkan dampak dari tindakannya terhadap orang lain, dan untuk mengembangkan sikap empati, kejujuran, serta rasa keadilan. Moralitas menuntut komitmen yang bersifat internal, yang tidak selalu dapat dicapai melalui paksaan hukum.

Sebaliknya, legislasi adalah instrumen formal yang digunakan oleh negara untuk mengatur perilaku masyarakat melalui peraturan yang mengikat. Hukum memiliki batasan dalam cakupannya, karena ia tidak dapat secara terus-menerus mengintervensi dan mengendalikan seluruh aspek kehidupan manusia. Ada banyak tindakan yang bermanfaat bagi masyarakat, namun tidak dapat diwajibkan oleh hukum. Demikian pula, ada banyak tindakan yang merugikan, tetapi tidak semuanya dapat dilarang secara efektif oleh peraturan perundang-undangan. Legislasi harus mempertimbangkan aspek praktis, seperti kemampuan penegakan, sumber daya, dan dampak sosial dari penerapan hukum.

Bentham menyadari bahwa hukum tidak dapat menjadi alat yang sempurna untuk mencapai semua tujuan moral. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya peran moralitas sebagai pelengkap dari legislasi. Moralitas mengisi ruang-ruang yang tidak dapat dijangkau oleh hukum, dan membantu menciptakan masyarakat yang lebih sadar, bertanggung jawab, dan berkeadilan. Dalam pandangan ini, hukum dan moralitas bukanlah dua entitas yang saling bertentangan, melainkan dua kekuatan yang saling mendukung dalam membentuk kehidupan sosial yang harmonis.

Dengan memahami perbedaan dan hubungan antara moralitas dan legislasi, kita dapat merancang sistem hukum yang lebih bijaksana dan manusiawi. Hukum tidak boleh menjadi alat penindasan atau kontrol yang berlebihan, melainkan harus menjadi sarana untuk mendorong kebaikan dan melindungi hak-hak dasar setiap individu. Sementara itu, moralitas harus terus dikembangkan melalui pendidikan, keteladanan, dan dialog sosial, agar masyarakat mampu menjalankan tanggung jawabnya secara mandiri dan berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan.

Pandangan Bentham ini tetap relevan dalam konteks modern, di mana kompleksitas kehidupan menuntut pendekatan hukum yang adaptif dan berorientasi pada kesejahteraan bersama. Dengan menyeimbangkan antara kekuatan hukum dan dorongan moral, kita dapat membangun masyarakat yang tidak hanya tertib secara hukum, tetapi juga luhur secara etis. Moralitas dan legislasi, dalam sinerginya, menjadi fondasi bagi peradaban yang berkeadilan dan bermartabat.

Komentar

Postingan Populer