Menggugurkan Anggapan Hijab: Allah yang Maha Tampak dan Tak Terhalangi
Dalam tradisi spiritual Islam, khususnya dalam hikmah-hikmah tasawuf, terdapat perenungan mendalam tentang hubungan antara makhluk dan Sang Pencipta. Salah satu bentuk perenungan itu adalah pertanyaan-pertanyaan retoris yang menggugah kesadaran: bagaimana mungkin sesuatu yang diciptakan dapat menjadi penghalang bagi Zat yang menciptakannya? Bagaimana mungkin makhluk yang baru ada bisa menutupi keberadaan Zat yang Qidam, yang tidak berpermulaan?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar retorika, melainkan pintu untuk menyadarkan hati bahwa Allah tidak pernah benar-benar tersembunyi. Yang tersembunyi adalah pandangan kita, tertutup oleh kabut benda-benda, syahwat, dan kelalaian. Allah tidak terhijab oleh sesuatu pun, karena segala sesuatu itu sendiri hanya tampak karena Dia menampakkannya.
Segala sesuatu yang tampak di alam semesta ini, dari yang paling kecil hingga yang paling besar, dari yang kasat mata hingga yang halus, semuanya hadir karena Allah menampakkannya. Dia adalah sumber cahaya, sumber wujud, dan sumber makna. Maka, bagaimana mungkin sesuatu yang tampak karena Dia justru menjadi penghalang untuk melihat-Nya?
Ini seperti seseorang yang melihat bayangan di cermin, tetapi lupa bahwa bayangan itu hanya ada karena ada cahaya. Jika cahaya tidak ada, maka bayangan pun lenyap. Begitu pula dengan makhluk: ia hanya ada karena Allah menghendaki dan menampakkan. Maka, makhluk tidak mungkin menjadi hijab atas Allah, kecuali jika hati manusia tertutup oleh ilusi bentuk.
Allah adalah Zat yang Maha Ada, bahkan sebelum segala sesuatu ada. Keberadaan-Nya tidak bergantung pada makhluk, waktu, atau ruang. Ia tidak bisa disandingkan dengan apapun, karena tidak ada yang sebanding dengan-Nya. Maka, bagaimana mungkin sesuatu yang baru, yang bergantung, dan yang fana dapat menjadi penghalang bagi Zat yang Qidam, yang mutlak, dan yang abadi?
Dalam kenyataan spiritual, keberadaan Allah lebih jelas daripada keberadaan makhluk. Namun, karena manusia terbiasa melihat dengan mata lahir, bukan dengan mata hati, maka yang tampak adalah bentuk, bukan hakikat. Padahal, hakikat itu lebih nyata, lebih dalam, dan lebih dekat.
Hijab bukanlah sesuatu yang menutupi Allah, tetapi sesuatu yang menutupi pandangan kita. Ia bisa berupa syahwat, ambisi dunia, kelalaian, atau bahkan ilmu yang belum matang. Hijab ini bukan karena Allah bersembunyi, tetapi karena manusia belum membersihkan cermin hatinya. Ketika hati bersih, maka hijab itu tersingkap, dan penyaksian terhadap Allah menjadi terang.
Allah tidak pernah jauh. Bahkan Dia lebih dekat kepada kita daripada segala sesuatu. Maka, jika kita merasa tidak melihat-Nya, itu bukan karena Dia tidak tampak, tetapi karena kita belum melihat dengan benar. Dan untuk bisa melihat dengan benar, kita harus menyingkirkan hijab-hijab batin yang menutupi pandangan.
Pertanyaan terakhir dalam kutipan tersebut adalah bentuk keheranan spiritual yang sangat dalam: bagaimana mungkin keberadaan yang pasti (Allah) bisa terhalang oleh sesuatu yang sebelumnya tidak ada (makhluk)? Ini adalah ajakan untuk menyadari bahwa makhluk bukanlah penghalang, melainkan tanda. Ia bukan penutup, melainkan petunjuk. Ia bukan tujuan, melainkan jalan.
Makhluk tidak bisa berdiri sendiri. Ia hanya ada karena Allah menghendaki. Maka, jika seseorang terhijab oleh makhluk, itu bukan karena makhluk kuat, tetapi karena hati lemah. Dan kelemahan itu bisa diatasi dengan taubat, dzikir, ilmu, dan kesungguhan dalam mencari Allah.
Allah tidak terhijab oleh apapun. Yang terhijab adalah pandangan kita. Maka, tugas seorang hamba bukanlah mencari Allah di luar, tetapi menyingkap hijab di dalam. Ketika hijab itu tersingkap, maka segala sesuatu akan tampak sebagai manifestasi-Nya. Dan dalam setiap bentuk, akan terlihat cahaya. Dalam setiap gerak, akan terasa kehadiran. Dalam setiap diam, akan terdengar panggilan.
Allah adalah Yang Maha Tampak. Maka, mari kita bersihkan hati, jernihkan pandangan, dan buka diri untuk menyaksikan-Nya. Karena Dia tidak pernah jauh, tidak pernah tersembunyi, dan tidak pernah terhalang—kecuali oleh kabut yang kita ciptakan sendiri.



Komentar
Posting Komentar