Kesulitan Adalah Wajah Asli Dunia: Menyelami Hikmah di Balik Ujian Hidup
Dalam kehidupan ini, tidak sedikit orang yang merasa heran, kecewa, bahkan putus asa ketika menghadapi kesulitan. Mereka bertanya-tanya mengapa hidup terasa berat, mengapa jalan yang ditempuh penuh rintangan, dan mengapa kebahagiaan seolah begitu sulit diraih. Namun, dalam pandangan para arifin dan ahli hikmah, kesulitan bukanlah sesuatu yang aneh atau luar biasa. Justru kesulitan adalah bagian yang tak terpisahkan dari dunia, karakter asli yang melekat padanya sejak awal penciptaan. Maka, janganlah merasa heran atas terjadinya kesulitan selama engkau berada di dunia ini, sebab memang begitulah yang patut terjadi dan yang menjadi karakter asli dunia.
Dunia bukanlah tempat untuk beristirahat, melainkan medan ujian. Ia bukan tempat tinggal abadi, melainkan persinggahan sementara. Dunia diciptakan dengan segala ketidaksempurnaannya agar manusia tidak terlalu terpikat, tidak terlalu bergantung, dan tidak lupa bahwa ada kehidupan yang lebih tinggi dan lebih kekal di akhirat. Kesulitan yang terjadi bukanlah tanda bahwa hidup ini salah, tetapi justru bukti bahwa dunia sedang menjalankan fungsinya sebagai tempat ujian. Ia menguji kesabaran, keikhlasan, keteguhan, dan keimanan manusia dalam berbagai bentuk dan lapisan.
Ketika seseorang menyadari bahwa kesulitan adalah bagian dari karakter dunia, maka ia tidak akan mudah terguncang. Ia tidak akan merasa heran ketika harapan tidak sesuai kenyataan, ketika usaha tidak langsung membuahkan hasil, atau ketika kebaikan tidak segera dibalas dengan kebaikan. Ia akan memahami bahwa semua itu adalah bagian dari perjalanan, bagian dari pendidikan ruhani, dan bagian dari proses pembentukan jiwa yang kuat dan matang. Ia akan menerima kesulitan bukan sebagai musibah semata, tetapi sebagai ladang hikmah yang penuh pelajaran.
Kesulitan juga menjadi sarana untuk mengenal diri dan mengenal Tuhan. Dalam kesulitan, manusia cenderung lebih jujur terhadap dirinya sendiri, lebih rendah hati, dan lebih terbuka untuk berserah kepada Allah. Ketika segala jalan terasa buntu, ketika segala kekuatan terasa lemah, maka saat itulah manusia menyadari bahwa ia tidak memiliki apa-apa kecuali pertolongan dari Tuhan. Kesulitan membuka pintu doa, pintu taubat, dan pintu kedekatan yang mungkin tidak terbuka dalam keadaan lapang. Maka, kesulitan bukanlah penghalang, tetapi jembatan menuju makrifat.
Dunia yang penuh kesulitan juga mengajarkan manusia untuk tidak terlalu mencintainya. Ketika seseorang terlalu terpikat oleh dunia, ia akan kecewa berkali-kali. Ia akan merasa tersakiti oleh perubahan, oleh kehilangan, oleh pengkhianatan, dan oleh ketidakpastian. Namun, jika ia memahami bahwa dunia memang tidak sempurna, maka ia akan mencintainya dengan bijak. Ia akan memanfaatkannya sebagai sarana, bukan tujuan. Ia akan hidup di dalamnya dengan kesadaran, bukan dengan keterikatan. Ia akan berjalan di atasnya dengan ringan, bukan dengan beban.
Kesulitan juga menjadi pembuka jalan bagi amal dan pahala. Dalam kesulitan, seseorang bisa bersabar, bisa menolong, bisa berbagi, dan bisa menunjukkan akhlak yang mulia. Kesulitan melahirkan solidaritas, empati, dan kasih sayang. Ia membuat manusia saling mendekat, saling menguatkan, dan saling mendoakan. Tanpa kesulitan, banyak amal tidak akan lahir. Maka, kesulitan bukanlah penghalang kebaikan, tetapi pemicu kebaikan yang lebih dalam dan lebih tulus.
Ketika seseorang mampu melihat kesulitan sebagai bagian dari karakter dunia, maka ia akan hidup dengan lebih tenang. Ia tidak akan mudah kecewa, tidak akan mudah marah, dan tidak akan mudah menyerah. Ia akan menjalani hidup dengan penuh kesadaran, penuh penerimaan, dan penuh harapan. Ia tahu bahwa dunia memang seperti itu, dan ia tahu bahwa tugasnya bukan mengubah dunia menjadi sempurna, tetapi menjalani dunia dengan hati yang terhubung kepada Yang Maha Sempurna.
Inilah hikmah yang perlu direnungi oleh setiap jiwa yang sedang berjalan di atas dunia. Jangan merasa heran atas terjadinya kesulitan, karena memang begitulah dunia diciptakan. Terimalah kesulitan sebagai bagian dari perjalanan, sebagai bagian dari pendidikan, dan sebagai bagian dari kasih sayang Tuhan yang ingin membentuk hamba-Nya menjadi pribadi yang kuat, bijak, dan dekat kepada-Nya. Dengan kesadaran ini, hidup akan terasa lebih ringan, lebih bermakna, dan lebih terarah menuju tujuan yang hakiki.



Komentar
Posting Komentar