Kelezatan yang Mengubah Arah Hati
Setiap orang pasti pernah merasakan nikmatnya melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak baik. Kadang kita tahu itu salah, tapi tetap melakukannya karena terasa menyenangkan. Di sisi lain, ada juga perbuatan baik yang terasa berat, seolah tidak memberi rasa puas. Dari sini kita bisa belajar bahwa rasa nikmat tidak selalu sejalan dengan kebenaran. Doa yang berbunyi “Yaa Allah haramkan atas diriku kelezatan bermaksiat kepada-Mu, dan karuniai lah aku kelezatan taat kepada-Mu” mengajak kita untuk merenungkan ulang arah hati dan rasa yang kita pelihara.
Maksiat sering kali tidak datang dalam bentuk ancaman, melainkan dalam bentuk godaan yang menyenangkan. Ia menyusup lewat rasa nyaman, lewat kebiasaan yang dianggap wajar, lewat bisikan yang membenarkan tindakan yang sebenarnya menjauhkan kita dari cahaya. Ketika seseorang merasa nikmat dalam maksiat, ia sedang berada dalam bahaya yang tidak terlihat. Bahaya itu bukan hanya soal perbuatan, tetapi soal rasa. Rasa yang telah terbiasa menikmati hal yang merusak akan sulit menerima hal yang menyembuhkan.
Doa ini mengajarkan bahwa perubahan sejati bukan hanya soal tindakan, tetapi soal rasa. Ketika seseorang memohon agar tidak lagi menikmati maksiat, ia sedang meminta agar arah hatinya diubah. Ia ingin agar hatinya tidak lagi condong pada hal-hal yang menjauhkan dari Tuhan, melainkan tertarik pada hal-hal yang mendekatkan. Ini adalah bentuk penyembuhan batin yang sangat halus. Ia tidak memaksa, tetapi memohon. Ia tidak menghakimi, tetapi menyadari bahwa manusia bisa tersesat dalam kenikmatan yang salah.
Di sisi lain, doa ini juga memohon agar ketaatan menjadi sesuatu yang nikmat. Banyak orang taat karena kewajiban, karena takut, atau karena tekanan sosial. Namun ketaatan yang dilakukan tanpa rasa nikmat akan terasa berat. Ia menjadi rutinitas yang kosong. Ketika seseorang memohon agar diberi kelezatan dalam taat, ia sedang meminta agar ketaatan menjadi sumber kebahagiaan. Ia ingin agar salat, zikir, sedekah, dan semua bentuk ibadah menjadi sesuatu yang dirindukan, bukan ditakuti. Ia ingin agar ketaatan menjadi tempat bernaung, bukan beban.
Kelezatan dalam taat adalah anugerah yang tidak semua orang miliki. Ia datang ketika hati telah dibersihkan dari kenikmatan yang menyesatkan. Ia tumbuh ketika seseorang mulai merasakan kedamaian dalam mendekat kepada Tuhan. Kelezatan ini tidak selalu berupa perasaan yang meluap-luap, tetapi bisa hadir dalam bentuk ketenangan, dalam bentuk rasa cukup, dalam bentuk kebahagiaan yang tidak bergantung pada dunia.
Doa ini adalah pengingat bahwa arah hidup bisa berubah jika rasa di dalam hati berubah. Ia mengajak kita untuk tidak hanya memperbaiki tindakan, tetapi juga memperbaiki rasa. Ia mengajak kita untuk memohon agar kenikmatan yang kita rasakan bukan berasal dari hal yang merusak, tetapi dari hal yang menyembuhkan. Ia mengajak kita untuk menjadikan ketaatan sebagai sumber kebahagiaan, bukan sekadar kewajiban.
Dalam dunia yang penuh godaan, doa ini menjadi pelindung yang lembut. Ia tidak melawan dengan kekerasan, tetapi dengan permohonan yang tulus. Ia tidak mengutuk, tetapi memohon agar hati diberi rasa yang baru. Rasa yang membawa kita pulang, rasa yang membuat kita betah dalam kebaikan, rasa yang membuat kita rindu kepada Tuhan.



Komentar
Posting Komentar