Jamu Gagal Laris dan Strategi Mbak Tuminah



Di kampung Cempaka Mulya, jamu bukan sekadar minuman, tapi juga alat diplomasi, pengobatan, dan kadang-kadang, senjata sindiran. Di sanalah tinggal Mbak Tuminah, penjual jamu keliling yang terkenal karena satu hal: jamunya tidak pernah laris, tapi ia tetap semangat seperti baru buka usaha kemarin.

Setiap pagi, Mbak Tuminah akan keluar rumah dengan sepeda tua yang sudah dimodifikasi: keranjang depan berisi botol jamu, keranjang belakang berisi harapan. Ia berkeliling kampung sambil meneriakkan slogan yang ia ciptakan sendiri, “Jamu sehat, bikin mantan nyesel!”

Sayangnya, warga kampung lebih tertarik pada gorengan daripada jamu. Pernah suatu hari, ia berhenti di depan warung Bu Sarmi dan menawarkan jamu kunyit asem. Pak Darto, pelanggan tetap warung, hanya melirik dan berkata, “Saya lebih butuh jamu anti utang, Mbak.”

Mbak Tuminah tidak menyerah. Ia mulai membuat varian jamu baru yang ia beri nama-nama kreatif. Ada jamu “Anti Gosip”, jamu “Lancar Rezeki Tapi Jangan Lupa Bayar”, dan jamu “Penyegar Pikiran Setelah Dengar Ceramah Pak RW”.

Suatu hari, ia mendapat ide brilian: membuat promo beli jamu dapat sandal jepit. Ia pun mengumpulkan sandal bekas dari tetangga, dicuci, dan diberi pita. Tapi warga malah bingung, “Ini jamu atau arisan sandal?”

Tak lama kemudian, datanglah Mbak Rini, influencer lokal yang punya 300 followers dan satu tripod. Ia menawarkan kerja sama: “Mbak Tuminah, saya bisa bantu promosi jamu lewat video. Tapi saya harus minum jamu sambil yoga.”

Mbak Tuminah setuju. Mereka pun syuting di lapangan kampung. Mbak Rini minum jamu sambil melakukan pose aneh yang lebih mirip orang nyari kunci motor. Videonya viral, tapi bukan karena jamunya, melainkan karena seekor ayam lewat dan mencuri botol jamu.

Warga mulai penasaran. “Jamu apa yang bisa bikin ayam tertarik?” kata Pak Udin sambil membawa ayamnya untuk dites. Ayam itu hanya mencium botol, lalu kabur ke sawah. Pak Udin kecewa, “Berarti ayam saya belum siap jadi seleb.”

Mbak Tuminah terus berinovasi. Ia membuat jamu rasa kopi, jamu rasa teh tarik, bahkan jamu rasa permen karet. Tapi semua gagal. Akhirnya, ia membuat jamu rasa nostalgia, yang katanya bisa mengingatkan orang pada masa muda. Pak RW mencoba, lalu menangis. “Saya jadi ingat dulu pernah ditolak jadi ketua karang taruna.”

Suatu sore, Mbak Tuminah duduk di teras rumah, merenung. “Kenapa jamu saya nggak laku ya?” gumamnya. Tiba-tiba datang anak kecil, Beni, yang berkata, “Mbak, saya suka jamunya. Rasanya kayak main di hujan.”

Mbak Tuminah terharu. Ia pun memutuskan untuk membuat jamu khusus anak-anak, dengan nama “Jamu Ceria”. Ia tambahkan warna-warni dari bahan alami, dan botolnya diberi stiker gambar kucing. Anak-anak kampung mulai membeli, bukan karena jamunya, tapi karena stiker.

Akhirnya, jamu Mbak Tuminah laris juga. Tapi bukan karena khasiatnya, melainkan karena kreativitasnya. Ia pun menulis di papan sepeda: “Jamu Tuminah – Tidak Menyembuhkan, Tapi Membuat Hidup Lebih Lucu.”

Komentar

Postingan Populer