Berbaring Strategis di Kampung Leles
Di kampung Leles, berbaring bukan sekadar posisi tubuh, tapi filosofi hidup. Warga percaya bahwa banyak masalah bisa diselesaikan dengan cara berbaring, asal tidak sambil makan kerupuk—karena itu bisa bikin batuk dan gagal merenung.
Tokoh utama dalam kisah ini adalah Pak Doyok, pria paruh baya yang dikenal sebagai “Ahli Berbaring.” Ia tidak punya pekerjaan tetap, tapi punya jadwal berbaring yang sangat disiplin: pagi berbaring di teras, siang berbaring di bawah pohon mangga, sore berbaring di pos ronda, dan malam berbaring di atas kasur yang sudah miring sebelah.
Suatu hari, kampung Leles kedatangan tamu dari kecamatan: Pak Camat dan rombongan, hendak meninjau program “Gerakan Produktif Desa.” Warga panik. Mereka tahu, kalau Pak Camat melihat Pak Doyok sedang berbaring, bisa-bisa kampung dicoret dari daftar desa aktif.
Pak RW segera mengadakan rapat. “Kita harus sembunyikan Pak Doyok selama kunjungan. Atau minimal, suruh dia duduk.”
Bu Narti, ketua PKK, menyarankan agar Pak Doyok diberi tugas berdiri di depan warung sambil menyambut tamu. Tapi Mas Juki, pemuda kampung yang hobi bikin video lucu, berkata, “Itu berisiko. Pak Doyok bisa berbaring sambil berdiri.”
Akhirnya, diputuskan bahwa Pak Doyok akan diberi peran sebagai penjaga parkir. Tapi saat hari H tiba, ia malah berbaring di bawah sepeda motor tamu, katanya sedang “menyatu dengan kendaraan.”
Pak Camat terkejut. “Ini penjaga parkir atau montir spiritual?”
Pak RW buru-buru menjelaskan, “Itu bagian dari terapi kampung kami, Pak. Namanya relaksasi logistik.”
Pak Camat tertarik. Ia minta dijelaskan lebih lanjut. Pak Doyok bangkit perlahan, lalu berkata, “Berbaring itu bukan malas, Pak. Itu cara kami merenungkan hidup, menghindari konflik, dan menghemat energi listrik.”
Warga mulai mendukung. Bu Jum, penjual jamu, berkata, “Saya berbaring tiap sore, dan sejak itu, pelanggan saya tambah satu. Meski itu kucing.”
Pak Camat makin penasaran. Ia minta demo langsung. Maka digelar “Festival Berbaring Produktif.” Warga berbaring sambil melakukan aktivitas: ada yang berbaring sambil menjahit, berbaring sambil menulis puisi, bahkan berbaring sambil jualan pulsa.
Mas Juki merekam semuanya dan mengunggah ke media sosial. Video itu viral. Judulnya: “Kampung Leles, Tempat Di Mana Berbaring Jadi Prestasi.”
Sejak itu, kampung Leles dikenal sebagai desa inovatif. Pak Doyok diundang ke seminar nasional, duduk di kursi empuk, lalu pelan-pelan berbaring di atas panggung. “Saya tidak bisa bicara lama. Posisi ini lebih jujur,” katanya.
Dan di kampung Leles, berbaring bukan lagi tanda kemalasan. Ia jadi simbol ketenangan, strategi hidup, dan cara unik untuk menghadapi dunia yang terlalu sibuk. Karena kadang, solusi terbaik datang saat kita tidak berdiri, tidak duduk, tapi berbaring dengan tenang, sambil menatap langit dan berharap gorengan datang sendiri.


Komentar
Posting Komentar