Badut Gagal Nangis di Tengah Tawa



Di kampung Cibuluh, badut bukan sekadar hiburan, tapi juga profesi yang dianggap sakral saat ulang tahun anak-anak. Di sanalah tinggal seorang badut bernama Mas Doyok, yang punya prinsip hidup: “Kalau nggak bisa bikin orang ketawa, minimal bikin orang bingung.”

Mas Doyok bukan badut biasa. Ia punya kostum badut warna hijau stabilo, rambut palsu yang lebih mirip sapu ijuk, dan sepatu besar yang kalau dipakai jalan bunyinya seperti ember bocor. Ia juga punya keahlian khusus: bisa meniup balon sambil bersin. Sayangnya, balon yang ditiup sering meletus sebelum jadi bentuk.

Suatu hari, Mas Doyok mendapat undangan tampil di ulang tahun anak Pak RW. Ia pun bersiap: mengecat wajah dengan bedak murahan yang kalau kena keringat berubah jadi peta dunia, membawa balon, dan tentu saja, membawa semangat yang kadang-kadang tersesat.

Acara dimulai. Anak-anak sudah duduk rapi, menunggu aksi badut. Mas Doyok masuk dengan gaya salto gagal, jatuh ke pot bunga, lalu bangkit sambil berkata, “Itu bagian dari pertunjukan.” Anak-anak tertawa, tapi bukan karena lucu, melainkan karena pot bunganya pecah dan tanahnya nyiprat ke kue ulang tahun.

Mas Doyok mulai meniup balon. Ia berkata, “Ini akan jadi bentuk jerapah.” Tapi balonnya meletus. Ia coba lagi, “Ini akan jadi bentuk bebek.” Meletus lagi. Akhirnya ia menyerah, “Ini akan jadi bentuk balon gagal.” Anak-anak bertepuk tangan, mengira itu trik sulap.

Pak RW mulai gelisah. “Mas Doyok, bisa nggak bikin anak-anak ketawa tanpa merusak properti?” Mas Doyok menjawab, “Saya badut, bukan tukang bangunan.”

Lalu ia mencoba trik sulap. Ia memasukkan sapu tangan ke kantong, lalu mengeluarkan... sendok. Anak-anak bingung. Ia coba lagi, kali ini memasukkan sendok, lalu mengeluarkan... nota belanja. Warga mulai curiga, “Ini badut atau kasir minimarket?”

Tak kehabisan akal, Mas Doyok mengajak anak-anak bermain tebak suara. Ia menirukan suara ayam, kambing, dan suara ibu-ibu marah karena cucian belum kering. Anak-anak tertawa, tapi tiba-tiba, mikrofon yang dipakai bunyi sendiri, “Cek... satu... dua... utang belum dibayar.” Semua terdiam. Ternyata Mas Doyok pakai mikrofon bekas acara arisan.

Di tengah kekacauan itu, datanglah Mbak Rini, mantan penyanyi dangdut kampung, yang diminta menyanyi sebagai hiburan tambahan. Tapi begitu melihat Mas Doyok, ia tertawa sampai lupa lirik. “Mas Doyok, kostummu mirip guling saya,” katanya sambil terpingkal.

Mas Doyok mulai merasa gagal. Ia duduk di pojok, wajahnya masih penuh bedak, rambut palsu miring, dan balon-balon berserakan. Ia berkata lirih, “Saya cuma ingin bikin orang ketawa, tapi kenapa saya yang pengen nangis?”

Tiba-tiba, anak kecil bernama Beni mendekat dan berkata, “Mas Badut, kamu lucu banget. Aku pengen jadi kayak kamu kalau besar nanti.” Mas Doyok terharu. Ia bangkit, meniup satu balon terakhir, dan berhasil membentuk... sesuatu yang mirip cacing.

Anak-anak bersorak. Pak RW tersenyum. Mbak Rini menyanyi lagi. Dan Mas Doyok berdiri di tengah tawa, dengan mikrofon yang kadang-kadang menyebut utang, tapi hati yang penuh semangat.

Sejak itu, Mas Doyok jadi langganan acara kampung. Ia bukan badut sempurna, tapi ia punya satu keahlian langka: membuat orang tertawa meski semuanya salah. Dan di kampung Cibuluh, tawa adalah hal paling berharga, bahkan kalau datang dari balon meletus dan sapu tangan yang berubah jadi sendok.

Komentar

Postingan Populer