Allah SWT Menyukai Hamba yang Sigap dan Menjauhi Sifat Klemar-klemer



Allah SWT menciptakan manusia dengan fitrah untuk beraktivitas, berkarya, dan membawa manfaat. Dalam Islam, bekerja bukan sekadar upaya memperoleh penghasilan, melainkan merupakan amanah dan bentuk ibadah. Sikap malas, lamban, atau “klemar-klemer” yang secara bahasa Jawa menggambarkan gerak gerik lemah, loyo, tidak bersemangat, atau kurang sigap. sesungguhnya bertentangan dengan nilai Islam tentang profesionalitas, kecepatan, dan keikhlasan dalam melaksanakan tugas.

Rasulullah SAW pernah berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan.” Doa ini mengajarkan bahwa kita harus menjaga semangat, energi, dan keteguhan hati agar tidak terjerat sifat lemah dan letih yang menahan diri dalam melakukan kebaikan dan kewajiban sehari-hari.

Istilah “sat set” dalam bahasa kekinian menandakan kecepatan, kesigapan, dan ketepatan. Allah SWT mencintai hamba-Nya yang bergegas dalam kebaikan, tanpa mengabaikan kualitas dan ketelitian. Al-Qur’an menegaskan, “Mereka itu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan-kebaikan, dan mereka adalah orang-orang yang segera memperolehnya.” Ayat ini mengajak kita untuk menanamkan semangat inisiatif, proaktif, dan telaten saat hendak melakukan amal maupun pekerjaan duniawi.

Berbeda dengan klemar-klemer, bekerja dengan itqan, tepat, rapi, dan profesional, dinilai sebagai bentuk ihsan dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai apabila seseorang melakukan suatu pekerjaan, ia melakukannya dengan itqan.” Hadits ini meneguhkan bahwa kita tidak hanya dilarang bermalas-malasan, tetapi juga harus menjaga mutu, akurasi, dan kesungguhan dalam setiap tindakan kita di hadapan Allah dan sesama.

Sikap lamban dalam memenuhi amanah tidak saja merugikan diri sendiri, tetapi juga menabrak hak orang lain. Dalam konteks pelayanan publik, misalnya, kelemahan dan kemalasan bisa menimbulkan ketidakadilan, keterlambatan hak, dan kekecewaan masyarakat. Oleh karena itu, amalan sat set sesungguhnya mencerminkan keimanan yang terwujud dalam etos kerja dan kepedulian sosial.

Kisah para sahabat juga menggambarkan betapa mereka hidup dengan semangat tinggi dalam menebar manfaat. Umar bin Khattab RA, saat memimpin, dikenal sigap dan tegas dalam menegakkan keadilan. Ia memerintahkan bawahannya untuk segera melayani umat dan menjaga amanah dengan penuh tanggung jawab. Jika ada laporan tertunda, ia tidak segan menegur dan memperbaiki sistem agar pelayanan semakin cepat dan berkualitas. Sikapnya menjadi contoh nyata penerapan sat set dalam kepemimpinan.

Mengapa Allah SWT tidak menyukai hamba-Nya yang klemar-klemer? Pertama, karena sifat itu menunjukkan lemahnya niat dan kurangnya keteguhan hati. Orang yang mudah menyerah pada rasa letih atau malas akan sulit menunaikan kewajiban—baik ibadah ritual maupun tugas keseharian, dengan baik. Padahal, setiap perbuatan kecil kita dicatat dan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Rasulullah SAW mengingatkan, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” Konsep kepemimpinan ini tidak terbatas pada jabatan formal, melainkan juga pada pengelolaan waktu, tenaga, dan amanah sekecil apa pun.

Kedua, klemar-klemer merugikan hukum hakiki berbagi rezeki. Allah SWT menurunkan rizki sesuai takaran dan usaha setiap hamba. Ketika semangat kerja menurun, peluang mendulang berkah rizki pun ikut merosot. Sebaliknya, rasa giat, cekatan, dan teliti dalam bekerja akan membuka pintu-pintu rizki, melancarkan urusan, dan menambah kepercayaan diri. Mereka yang berusaha dengan itqan biasanya memperoleh penghargaan, kepercayaan, serta peluang kolaborasi yang lebih luas.

Ketiga, Allah SWT memandang buruk sikap yang membuat diri dan orang lain menunggu lama. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda bahwa menunda kebaikan adalah bentuk ketidakpedulian. Sifat sat set menunjukkan kepedulian dan rasa hormat pada sesama, karena kita menghargai waktu dan kebutuhan mereka. Ketika kita sigap melayani, kita sedang menerapkan prinsip saling meringankan beban dan mendorong masyarakat menuju kebaikan bersama.

Kelemar-klemer juga erat dengan perilaku qanaah yang kurang seimbang. Qanaah mengajarkan rasa cukup dan bersyukur, tetapi jika disalahartikan sebagai pasrah berlebihan, bisa mematikan semangat untuk bertindak. Sementara itu, ajaran Islam mengajarkan tawakkal, percaya penuh kepada Allah, bersama maksud berikhtiar. Tawakkal bukan penghalang usaha, melainkan penyemangat untuk terus bergerak, karena yakin bahwa usaha manusia akan diberkahi oleh Allah SWT apabila disertai niat ikhlas dan kerja tekun.

Merenungkan takdir yang digariskan Allah pun sepatutnya dibarengi dengan energikitas. Seseorang yang merendah hati kepada takdir tanpa disertai usaha sama artinya menafikan sunnatullah, yakni hukum kausalitas yang Allah tetapkan. Kita wajib membaca tanda-tanda kebesaran-Nya melalui ilmu, pengalaman, dan proses. Dari sanalah kita belajar untuk bekerja lebih baik, cepat, dan cermat, bukan menutup diri dalam kemalasan maupun ketidakpedulian.

Menjadi hamba yang disukai Allah berarti memperhatikan keseimbangan antara ruhani dan jasmani. Semangat rohani memotivasi kita untuk berdoa dan bersyukur, sedangkan semangat jasmani mendorong kita berikhtiar dengan sat set. Dua hal ini berjalan beriringan. Jika salah satunya lemah, hasil akan terasa kurang maksimal. Oleh karena itu, kita perlu merawat kesehatan, mengelola waktu dengan bijak, dan mendisiplinkan diri agar tetap berenergi saat melaksanakan kewajiban ibadah maupun pekerjaan sehari-hari.

Agar tidak jatuh ke dalam perangkap klemar-klemer, ada beberapa langkah praktis yang bisa kita lakukan. Pertama, buatlah jadwal harian yang realistis, memprioritaskan tugas penting di awal hari ketika tubuh masih segar. Kedua, biasakan memulai setiap pekerjaan dengan tata niat, niatkan semata-mata karena Allah SWT karena niat yang kuat akan menimbulkan semangat dan ketahanan mental. Ketiga, istirahat secukupnya, dengan tidur yang berkualitas sehingga tubuh dan otak dapat berfungsi optimal saat dibutuhkan.

Keempat, perbanyak dzikir dan doa untuk menjaga motivasi. Dzikir pagi dan petang, serta doa khusus untuk mendapatkan semangat, dapat menjadi vitamin ruhani. Kelima, lingkupi diri dengan teman atau rekan kerja yang juga memiliki etos sat set. Semangat kolektif sering kali menular; ketika kita melihat orang lain bekerja sigap, kita terdorong untuk ikut serta. Keenam, pahami bahwa kesalahan dan hambatan adalah bagian dari proses. Jika terjatuh, segera bangkit dan evaluasi penyebabnya agar tidak terulang.

Kehidupan Nabi dan para sahabat dipenuhi contoh kearifan dalam memadukan kecepatan dan ketelitian. Abu Bakar RA, misalnya, ketika mengurus para muallaf di Madinah, mengatur dengan cermat agar tidak ada kelompok yang terabaikan. Usahanya tidak terburu-buru tanpa persiapan, tetapi juga tidak klemar-klemer, sehingga umat dapat merasakan keadilan dan kasih sayang Islam sejak awal.

Dalam perspektif tasawuf, semangat sat set dapat diumpamakan sebagai semangat merapatkan diri kepada Allah melalui amal nyata. Ibarat orang yang berlayar, tidak cukup hanya mengarahkan perahunya ke arah tujuan, dibutuhkan dayung yang kuat dan teratur agar tidak terombang-ambing. Dayung yang klemar-klemer akan membuat perahu berputar-putar tanpa arah. Begitu pula, kerja tayo yang tidak konsisten akan menghambat laju kemajuan diri dan masyarakat.

Ujian untuk tidak klemar-klemer sering kali hadir dalam bentuk fantasi malas, kipas angin yang dingin, atau kenikmatan sementara yang membuat kita menunda tugas penting. Untuk itu, tanamkan dalam hati bahwa setiap helaan napas adalah nikmat karunia Allah yang harus diiringi perbuatan bermanfaat. Dengan kesadaran inilah kita dapat menepis godaan malas dan melangkah sat set dalam kebaikan.

Penutupnya, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk berperan aktif sebagai khalifah di muka bumi. Peran itu menuntut dinamika, tidak pasif, tidak loyo, tetapi cekatan dan bertanggung jawab. Menjadi hamba yang disukai Allah berarti menjalankan kewajiban dengan niat ikhlas, semangat tinggi, dan ketelitian. Hindari klemar-klemer dan pelajari seni sat set: bergerak cepat, berpikir cermat, dan selalu menjaga profesionalitas. Dengan begitu, kita tidak hanya meraih keberkahan di dunia, tetapi juga mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat.

Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk bekerja dengan itqan, menjauhi sikap klemar-klemer, dan bersegera dalam kebaikan, karena sesungguhnya Allah SWT mencintai hamba-Nya yang tekun, sigap, dan penuh tanggung jawab.

Komentar

Postingan Populer