Tujuan Hukum dalam Mewujudkan Kebahagiaan Kolektif
Tujuan utama dari hukum adalah untuk mencapai kebahagiaan maksimal bagi sebanyak mungkin orang, dengan seminimal mungkin penderitaan yang ditimbulkan. Prinsip ini menjadi landasan moral dan filosofis yang harus dipegang teguh oleh setiap legislator dalam merumuskan dan menetapkan suatu peraturan atau kebijakan. Hukum tidak semata-mata hadir sebagai alat pengendali sosial, melainkan sebagai sarana untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan kolektif dalam masyarakat.
Dalam proses pembentukan hukum, seorang legislator harus mendasarkan pertimbangannya pada prinsip utilitas. Artinya, alasan di balik pembuatan suatu hukum harus berakar pada sejauh mana hukum tersebut mampu memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas. Legislator tidak boleh hanya mempertimbangkan kepentingan kelompok tertentu atau aspek formal semata, melainkan harus menilai secara mendalam dampak sosial, psikologis, dan moral dari hukum yang dirumuskan.
Salah satu pendekatan penting yang harus dilakukan oleh legislator adalah melakukan perbandingan antara kesenangan dan penderitaan yang mungkin ditimbulkan oleh suatu hukum. Setiap kebijakan harus dianalisis secara cermat: apakah ia akan membawa lebih banyak kebahagiaan atau justru menambah beban dan kesulitan bagi masyarakat. Penilaian ini tidak hanya bersifat kuantitatif, tetapi juga kualitatif, karena kebahagiaan dan penderitaan memiliki dimensi yang kompleks dan beragam.
Legislator harus memiliki tujuan yang jelas dan luhur, yaitu meningkatkan jumlah total kebahagiaan individu-individu yang membentuk komunitas. Dalam hal ini, hukum menjadi instrumen untuk memperkuat solidaritas sosial, memperluas akses terhadap keadilan, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan manusia. Hukum yang baik adalah hukum yang mampu menyentuh kehidupan nyata masyarakat, memberikan perlindungan, dan membuka peluang bagi setiap individu untuk berkembang secara utuh.
Prinsip ini menuntut adanya kepekaan sosial dan tanggung jawab moral dari para pembuat kebijakan. Mereka harus mampu mendengarkan suara rakyat, memahami kebutuhan yang beragam, dan merumuskan hukum yang inklusif serta berorientasi pada kebaikan bersama. Dalam konteks ini, hukum bukanlah sekadar produk birokrasi, melainkan cerminan dari komitmen untuk membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan penuh kasih.
Dengan menjadikan kebahagiaan kolektif sebagai tujuan utama, hukum dapat berfungsi sebagai kekuatan transformatif yang mengangkat harkat dan martabat manusia. Ia menjadi jembatan antara idealisme dan realitas, antara harapan dan tindakan nyata. Legislasi yang berlandaskan pada prinsip ini akan lebih mampu menjawab tantangan zaman, mengatasi ketimpangan, dan membangun masa depan yang lebih cerah bagi seluruh lapisan masyarakat.


Komentar
Posting Komentar