Menanggalkan Diri dan Bersandar pada Kekuatan Ilahi
Dalam kehidupan yang penuh tantangan, manusia sering kali merasa perlu untuk mengandalkan kekuatan dan kemampuan dirinya sendiri. Kita diajarkan sejak kecil untuk menjadi tangguh, mandiri, dan mampu mengatasi segala persoalan dengan usaha dan kecerdasan. Namun, ada titik-titik dalam hidup di mana segala daya dan upaya terasa tidak cukup. Di saat seperti itulah, muncul kesadaran yang lebih dalam: bahwa kekuatan sejati bukan berasal dari diri sendiri, melainkan dari Tuhan.
Doa yang menjadi tema artikel ini adalah ungkapan spiritual yang sangat mendalam. Ia bukan sekadar permohonan, melainkan pernyataan penyerahan total. “Ya Allah, aku menanggalkan kekuatanku dan kekuasaanku, dan aku berlindung kepada kekuatan dan kekuasaan-Mu. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah.” Kalimat ini mengandung pengakuan bahwa manusia, sekuat apapun, tetaplah makhluk yang lemah di hadapan kehendak Ilahi.
Menanggalkan kekuatan diri bukan berarti menyerah atau putus asa. Justru sebaliknya, itu adalah bentuk tertinggi dari kesadaran spiritual. Ia menunjukkan bahwa seseorang telah sampai pada pemahaman bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya bukan semata hasil dari usaha pribadi, tetapi juga dari izin dan pertolongan Tuhan. Dalam tasawuf, sikap ini dikenal sebagai tajrid—melepaskan diri dari ketergantungan pada sebab-sebab duniawi dan bersandar sepenuhnya kepada Allah.
Ketika seseorang mengucapkan doa ini, ia sedang memurnikan niat dan arah hidupnya. Ia tidak lagi bergantung pada strategi, koneksi, atau kekuatan fisik semata. Ia memilih untuk bersandar pada sumber kekuatan yang tidak terbatas, yang tidak pernah lelah, dan yang selalu tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Dalam kondisi seperti ini, hati menjadi tenang, pikiran menjadi jernih, dan langkah menjadi ringan.
Ungkapan laa hawla wa laa quwwata illa billah adalah inti dari tawakal. Ia mengajarkan bahwa tidak ada daya untuk menghindari keburukan dan tidak ada kekuatan untuk meraih kebaikan kecuali dengan pertolongan Allah. Kalimat ini sering diucapkan dalam kondisi sulit, tetapi sebenarnya ia layak menjadi dzikir harian. Karena dalam setiap detik kehidupan, kita selalu berada dalam kebutuhan akan pertolongan-Nya.
Dalam konteks kehidupan modern yang serba cepat dan kompetitif, doa ini menjadi pengingat yang menyejukkan. Ia mengajak kita untuk berhenti sejenak, menundukkan hati, dan mengakui bahwa kita tidak memiliki kendali penuh atas hidup. Bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang mengatur segala sesuatu dengan hikmah dan kasih sayang. Dan bahwa berserah bukanlah kelemahan, melainkan bentuk tertinggi dari kekuatan batin.
Doa ini juga mengandung pelajaran tentang keikhlasan. Ketika kita menanggalkan kekuatan diri, kita sedang membuka ruang bagi kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Kita tidak lagi memaksakan kehendak, tetapi menerima dengan lapang dada apa yang telah ditetapkan. Dalam keikhlasan itu, kita menemukan kedamaian yang tidak bisa dibeli oleh apapun.
Akhirnya, doa ini adalah ajakan untuk hidup dengan kesadaran spiritual yang mendalam. Ia mengajak kita untuk tidak terjebak dalam ilusi kendali, tetapi untuk berjalan dengan keyakinan bahwa setiap langkah kita berada dalam pengawasan dan bimbingan Tuhan. Ia mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan berasal dari otot atau pikiran, tetapi dari hati yang berserah dan percaya.


Komentar
Posting Komentar