Mbah Kromo dan Sepeda Listrik Anti Nanjak
Di sebuah dusun di kaki Gunung Merapi, tepatnya di daerah Sleman, hiduplah seorang sesepuh kampung bernama Mbah Kromo. Ia terkenal karena dua hal: suka ngopi sambil main catur di gardu ronda, dan punya sepeda listrik yang katanya “pintar tapi pemalas.”
Suatu pagi, Mbah Kromo hendak pergi ke pasar Pakem. Ia mengenakan blangkon, sarung lurik, dan sandal jepit yang sudah hafal bentuk jalan. Ia naik sepeda listrik barunya yang dibeli dari hasil menang lomba catur melawan anak-anak muda kampung.
Begitu sampai di tanjakan kecil dekat kebun salak, sepeda listriknya berhenti mendadak. Mbah Kromo bingung, lalu menepuk-nepuk setangnya.
“Lho, kok mandek? Iki sepeda listrik, bukan sepeda batin,” gumamnya.
Datanglah Mas Bejo, tukang tambal ban yang kebetulan lewat sambil dorong ban motor.
“Mbah, sepeda listriknya ngambek ya?” tanya Mas Bejo.
“Ngambek? Iki mah sepeda cerdas. Kalau nanjak, dia bilang: ‘Mbah, aku bukan kuda, aku butuh jalan datar!’” jawab Mbah Kromo sambil nyengir.
Mas Bejo tertawa. “Wah, sepeda Sleman bisa milih medan. Sakti tenan!”
Akhirnya, Mbah Kromo turun, dorong sepeda pelan-pelan sambil bersenandung lagu Jawa. Di pasar, ia cerita ke Bu Sri penjual tempe bahwa sepeda listriknya punya prinsip hidup: “Kalau bisa datar, kenapa harus nanjak?”
Bu Sri tertawa sampai tempenya hampir jatuh. “Mbah, sepeda njenengan itu cocok buat seminar motivasi!”



Komentar
Posting Komentar