Ketika Pilihan Tuhan Berbeda dari Keinginan Kita: Menemukan Kebaikan dalam Penyerahan


"Apa yang Allah pilihkan untukmu adalah yang terbaik bagimu, bahkan jika itu di luar dari keinginanmu."

Dalam kehidupan, manusia sering kali berjalan dengan harapan dan rencana yang telah disusun rapi. Kita menetapkan tujuan, menyusun strategi, dan membayangkan hasil yang sesuai dengan keinginan kita. Namun, tidak jarang kenyataan berbicara lain. Apa yang terjadi tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Pintu yang kita ketuk tidak terbuka, jalan yang kita pilih ternyata buntu. Di titik inilah, muncul satu prinsip spiritual yang menenangkan: bahwa apa yang Allah pilihkan untuk kita adalah yang terbaik, meskipun tidak sesuai dengan keinginan kita.

Ungkapan ini bukan sekadar nasihat untuk pasrah, melainkan ajakan untuk memperluas cara pandang terhadap kehidupan. Ia mengajak kita untuk melihat bahwa keinginan manusia sering kali dibentuk oleh keterbatasan: keterbatasan pengetahuan, keterbatasan pengalaman, dan keterbatasan waktu. Sementara Allah, dengan ilmu-Nya yang sempurna, mengetahui apa yang benar-benar kita butuhkan—bukan hanya apa yang kita inginkan.

Dalam tradisi tasawuf, sikap ini dikenal sebagai ridha—kerelaan hati terhadap takdir yang telah ditetapkan. Ridha bukan berarti tidak berusaha, tetapi menerima hasil dengan lapang dada, karena kita percaya bahwa di balik setiap keputusan Tuhan, ada hikmah yang kadang tidak langsung terlihat. Bahkan ketika sesuatu terasa menyakitkan, bisa jadi itu adalah bentuk perlindungan. Bahkan ketika sesuatu tampak mengecewakan, bisa jadi itu adalah jalan menuju sesuatu yang lebih baik.

Sering kali, kita baru menyadari kebaikan dari takdir yang tidak kita pilih setelah waktu berlalu. Kita melihat bahwa kegagalan itu membuat kita lebih kuat, bahwa kehilangan itu membuka ruang untuk sesuatu yang lebih bermakna, dan bahwa jalan yang tidak kita rencanakan ternyata membawa kita ke tempat yang lebih tepat. Di sinilah pentingnya mempercayai pilihan Tuhan, bahkan ketika hati belum sepenuhnya memahami.

Kutipan ini juga mengandung pelajaran tentang kebebasan batin. Ketika kita terlalu terikat pada keinginan, kita menjadi rentan terhadap kekecewaan. Namun ketika kita belajar untuk menerima bahwa tidak semua keinginan harus terpenuhi, kita mulai merasakan kelapangan. Kita tidak lagi hidup dalam tekanan untuk mengendalikan segalanya, tetapi berjalan dengan keyakinan bahwa kita sedang dibimbing oleh kehendak yang lebih bijak.

Bagi mereka yang sedang dalam proses penyembuhan, pencarian makna, atau menghadapi perubahan besar dalam hidup, kutipan ini bisa menjadi pelita. Ia mengingatkan bahwa tidak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik, dan bahwa Tuhan tidak pernah memilih sesuatu untuk kita kecuali dengan kasih sayang dan hikmah. Ia mengajak kita untuk berserah, bukan karena lemah, tetapi karena tahu bahwa ada kekuatan yang lebih besar yang sedang bekerja untuk kebaikan kita.

Akhirnya, mempercayai pilihan Tuhan adalah bentuk tertinggi dari keimanan. Ia bukan hanya tentang menerima, tetapi tentang mencintai apa yang telah ditetapkan. Ia adalah jalan menuju ketenangan, kebijaksanaan, dan kedewasaan spiritual. Karena dalam setiap takdir, ada pesan. Dan dalam setiap pesan, ada cinta.

Komentar

Postingan Populer