Ayam Jago dan Sepatu Pak Lurah
Di sebuah desa bernama Tegalwangi, hidup seekor ayam jago bernama Gendut. Nama itu bukan karena tubuhnya besar, tapi karena kebiasaannya duduk di atas piring nasi warga yang sedang makan di teras. Gendut bukan ayam biasa. Ia punya kebiasaan unik: setiap pagi, ia berkokok bukan di atas genteng, tapi di atas sepatu Pak Lurah yang diletakkan rapi di depan pintu.
Pak Lurah, yang bernama Pak Suyatno, awalnya mengira itu hanya kebetulan. Tapi setelah seminggu berturut-turut sepatu dinyanyikan ayam, ia mulai curiga. “Ini ayam kok tahu mana sepatu mahal,” gumamnya sambil membersihkan bekas cakar dari kulit sepatu impor yang baru dibeli dari pasar kota.
Gendut memang punya selera tinggi. Ia tidak mau berkokok di atas sandal jepit atau sepatu bolong. Pernah suatu hari, ia mencoba naik ke sepatu Pak RT yang sudah aus, tapi langsung turun dengan ekspresi kecewa. Sejak itu, warga mulai berlomba-lomba menaruh sepatu terbaik di depan rumah, berharap Gendut mau berkokok di sana. Konon katanya, kalau ayam jago berkokok di sepatu kita, rezeki bakal lancar.
Suatu pagi, Bu Jum, penjual jamu keliling, meletakkan sepatu anaknya yang masih baru di depan rumah. Ia berharap Gendut mampir. Tapi Gendut malah duduk di atas ember. “Mungkin ayamnya lagi diet,” kata Bu Jum sambil menyiapkan jamu pegal linu.
Di sisi lain desa, Mas Darto, pemuda yang baru pulang dari rantau, mencoba menarik perhatian Gendut dengan sepatu olahraga merek luar negeri. Ia bahkan menyemprotkan parfum ke sepatu itu. Tapi Gendut hanya lewat, melirik, lalu berkokok di atas sepatu Pak Lurah seperti biasa.
Pak Lurah mulai merasa terganggu. “Ini ayam bikin saya telat rapat. Sepatu saya harus dijemur dulu tiap pagi,” keluhnya pada istrinya. Tapi Bu Lurah malah senang. “Berarti rumah kita masih jadi pusat perhatian ayam. Itu pertanda baik.”
Suatu hari, Gendut menghilang. Warga panik. Pak Lurah lega, tapi warga lain mulai gelisah. “Kok rezeki saya seret ya, sejak ayam itu nggak berkokok di sepatu saya,” kata Pak Udin, tukang tambal ban.
Pencarian pun dimulai. Dari sawah sampai pasar, dari kandang sampai kolong meja warung. Akhirnya, Gendut ditemukan sedang tidur di atas tumpukan sepatu bekas di gudang sekolah. Rupanya ia sedang melakukan riset pribadi: mencari sepatu yang paling empuk untuk dijadikan panggung kokok.
Setelah kembali, Gendut membuat keputusan besar. Ia tidak lagi berkokok di sepatu Pak Lurah. Ia memilih sepatu anak kecil yang bergambar ayam kartun. Warga pun heboh. “Ini ayam punya selera seni,” kata Pak Darto sambil mencatat di buku harian.
Sejak saat itu, Gendut menjadi selebriti desa. Ia punya jadwal kokok tetap, dan warga mulai menyewa sepatu untuk ditaruh di depan rumah. Bahkan ada yang membuat akun media sosial khusus untuk mengabarkan di mana Gendut berkokok hari ini.
Pak Lurah akhirnya pasrah. Ia membeli sandal jepit dan menyimpan sepatu mahalnya di lemari. “Biar ayam nggak ganggu lagi,” katanya. Tapi Gendut tetap datang, duduk di atas lemari, dan berkokok dengan bangga.



Komentar
Posting Komentar